Nelva Amelia tidak menyangka busana muslim yang dibuatnya akan menembus pasar Malaysia. Awalnya, Nelva hanya mencoba menjahit baju lalu iseng mengunggah desainnya ke media sosial.
Nelva mulai terjun ke dunia fashion sejak tahun 2012 saat masih duduk di bangku kuliah. Saat itu, dia mendesain dan menjahit pakaiannya sendiri.
Setelah gaunnya dijahit, dia mengunggahnya ke media sosial. Tak disangka, pakaian yang mereka buat memiliki peminat.
“Dari situ saya mulai karena ternyata ada yang suka dan memesannya,” kata Nelva baru-baru ini.
Seiring waktu, Nelva merekrut penjahit karena pesanan untuk pakaiannya meningkat. Kemudian ia memberanikan diri mendirikan brand Florimia, melanjutkan konsep urban simple wear.
Penggemar brand clothing asal Banda Aceh ini tak lagi hanya warga lokal. Nelva mengatakan pakaian yang mereka hasilkan telah dikirim ke pembeli di Malaysia, Brunei, Singapura dan Taiwan.
Paling rutin ke Malaysia yang peminatnya banyak. Kalau ke Taiwan biasanya order pekerja dari Indonesia di sana,” jelasnya.
Ia dikirim 524 potong pakaian ke berbagai daerah di Malaysia. Rumah produksinya telah merilis setidaknya tiga desain busana muslim setiap bulan sejauh ini.
Pakaian yang ia hasilkan selama ini hanya dipasarkan melalui media sosial dan e-commerce. Pelanggan bisa membeli baju yang sudah ada atau mencoba konsep pre-order.
Besar kecilnya pre-order juga dapat ditentukan oleh pembeli sebelum diproduksi. Kami masih berjualan online, targetnya tahun ini buka toko di Banda Aceh,” kata Nelva.
Meski mereknya semakin terkenal, Nelva masih berjuang keras untuk membuat baju-baju tersebut. Nelva mengaku kesulitan menimbun bahan kain yang digunakan.
Diasumsikan, bahan kain saat ini masih bergantung pada ketersediaan toko tekstil di Banda Aceh. Ia mengaku akan bekerja sama dengan pabrik tekstil untuk pengadaan bahan kain.
Materinya sering kewalahan. Kalau misalnya motif yang pesan 300 baju ternyata bahan di toko ini hanya cukup untuk 100 baju, itu yang sering jadi masalah,” jelas Nelva.